Tuesday, 28 October 2014

Sembunyi-Sembunyi Sembelih Unta


Serangan virus MERS dan Ebola berdampak pada pelaksanaan musim haji 2014 ini. Hewan unta untuk membayar dam, jadi sulit didapat. Kondisi itu, berbeda dibandingkan dengan musim haji sebelumnya.

-------------------
ANDRI IRAWAN - Mekah
--------------


istana palembangJEMAAH haji Indonesia, umumnya melaksanakan haji tamattu.  Mendahulukan umrah dari ibadah haji, sehingga diwajibkan membayar dam. Bisa dengan berpuasa atau menyembelih ternak.

Dam menurut bahasa berarti darah. Sedangkan menurut istilah,  mengalirkan darah (menyembelih ternak, berupa  unta, kambing, domba, atau sapi). Namun, untuk penyembelihan ternak berupa unta, cukup sulit pada musim haji 1435 H/2014 ini. Sebab Arab Saudi dilanda virus MERS yang jumlah manusia yang meninggal dunia tidak sedikit, diduga disebarkan dari unta.

Belum lagi pemerintah Arab Saudi yang menghentikan sementara impor unta dari daerah Tanduk Afrika, negara-negara di semenanjung Afrika Timur yang menonjol ke Laut Arabia. Terletak di sepanjang bagian selatan Teluk Aden, seperti Somalia, Djibouti, Ethiopia, dan Eritrea.

Keputusan pemerintah Arab Saudi itu, membuat stok unta lokal di Arab Saudi tak mencukupi permintaan untuk dam dan kurban saat musim haji. “Sekarang sulit mencari unta, pemerintah Arab Saudi melarang unta impor dari Afrika dan sebagainya. Takut virus MERS dan Ebola,” kata Ketua KBIH Ar-Rahmah Palembang, H Ismail Umar, 23 September 2014 lalu di Mekah.

Hari itu, Selasa (23/9), penulis yang masuk bimbingan manasik KBIH Ar-Rahmah dan tergabung Kloter 6 Palembang, sedang ikut ke mencari unta ke pasar hewan Kaqiya, Mekah. Tak satu pun, terlihat unta di jejeran kandang pasar hewan. Hanya terlihat hewan berupa kambing, dan domba.

Bau menyengat kuat langsung masuk, begitu pintu mobil dibuka. Rombongan kami langsung menutup pintu mobil lagi. Selain karena tidak tahan dengan baunya, juga mewanti-wanti terlihat oleh polisi pamong praja Arab Saudi. Sebab, pemerintah Arab Saudi juga membatasi jemaah haji bersentuhan dengan unta, meski belum dipastikan apakah unta sebagai penyebar virus MERS.

  Padahal untuk jemaah dari KBIH Ar-Rahmah, membutuhkan 54 ekor unta untuk pembayaran dam. Dimana satu unta, untuk pembayaran dam tujuh orang. Meski untanya tidak terlihat di pasar hewan, namun makelar-makelar hewan ternyata masih mempunyai setok unta yang disembunyikannya.

Harganyapun naik, mencapai 4.500 riyal (Rp15.750.000 jika asumsi 1 riyal = Rp3.500). Pedagang hewan mengambil momen musim haji, ditambah kelangkaan unta akibat virus MERS. Padahal biasanya, dari beberapa sumber menyebutkan seekor unta bisa didapat dengan harga 3.000 riyal.

Permasalahan unta, ternyata tak hanya soal harga dan setoknya yang terbatas.  Tempat pemotongannya pun, harus sembunyi-sembunyi. Padahal, di bagian depan samping kanan pasar hewan tersebut terdapat gedung tempat penjagalan. Tapi lagi-lagi untuk sementara tidak boleh digunakan untuk memotong unta, kebijakan dari pemerintah Arab Saudi.

Beruntung makelar hewan tadi, sudah menyiapkan unta-untanya di tempat penjagalan yang dirahasiakannya. Mobil yang kami tumpangi dari perwakilan rombongan Kloter 6 Palembang, hanya mengikuti mobil pikap dari dua orang penjagal anak buah dari makelar hewan tersebut. Tak jelas kami dibawa ke mana, sopir kami yang notabene warga asli Arab Saudi pun hanya bisa menebak-nebak.

Kami melintasi jalan aspal, masuk ke jalan berdebu daerah perbukitan. Di sisi kiri dan kanan, terlihat ada tumpukan sampah seperti tempat pembuangan sementara. Terlihat pula di bangkai-bangkai hewan, seperti kambing, anjing, dan kucing di pinggir jalan yang kami lewati. Beberapa persimpangan jalan dan sedikit menaiki perbukitan, baru sampai di sebuah tempat berdinding batako.

Begitu mobil kami tiba, pintu gerbang langsung dibuka dan segera ditutup lagi. Barulah terlihat, belasan unta di lapangan pasir tersebut “Hari ini kita sembelih 10 ekor dulu, lama kalau mau sekaligus (54 ekor). Besok beberapa ekor lagi, sampai cukup 54 ekor,” jelasnya.

Tapi unta itu masuk ke gedung penjagalan, tak semudah itu. Unta sepertinya enggan berjalan melangkahi parit, namun lebih memilih memutar lewat pintu samping.  Memotong unta, terlihat tak sesulit memotong sapi. Hanya dua kali sayatan di bagian leher bawah, membuat darah segar mengucur dan unta pun roboh.

Belakangan diketahui, penjagal itu menggunakan pisau Herder buatan Jerman yang sudah terkenal ketajamannya. Baru beberapa ekor menyembelih unta, terdengar suara mobil datang dan mengetuk pintu gerbang. Suasana sempat diam sejenak, takut yang datang polisi pamong praja Arab Saudi.

Namun ternyata yang datang, rekan dari si penjagal. Membawakan tali dan air. “Jangan takut, Pol-PP Arab Saudi pagi ini tidak keluar (menyisir di lapangan). Hari ini (23 September) lagi upacara hari kemerdekan Arab Saudi,” ucap mukimin, yang ikut dalam rombongan kami. Pemotongan unta pun dilanjutkan, sambil H Ismail Umar membacakan nama-nama dari jemaah yang membayar dam.

Selesai menyembelih 10 ekor unta, kami langsung pulang. Nyaris tersasar tidak bisa keluar dari areal tersebut, karena memang datangnya melewati beberapa persimpangan dan jalan berliku naik turun bukit. “Membayar dam, unta yang dipotong bisa betina. Tidak harus jantan, seperti halnya berkurban. Soal pendistribusian dagingnya, kita serahkan kepada pihak yang memotong. Yang penting kita telah mengalirkan darah (saat penyembelihan) dari membayar dam,” jelas Ismail.


0 comments:

Post a Comment