Serangan virus MERS dan Ebola
berdampak pada pelaksanaan musim haji 2014 ini. Hewan unta untuk membayar dam,
jadi sulit didapat. Kondisi itu, berbeda dibandingkan dengan musim haji
sebelumnya.
-------------------
ANDRI IRAWAN - Mekah
--------------
![istana palembang istana palembang](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGzzEWjCT_Q5T5pj0D2X5bGkQtJdS1FmyxHKLVwoeWkmPtbwEtbOmgchBI3CkAoVql7K7rzoIkpfR1JShMdBmAcB-XUcIqyhKyMH3S9DQXZ0GCffo2gI6LcQojZnDb8qIV_QxS-Kl5LMg/s1600/unta.jpg)
Dam menurut bahasa berarti
darah. Sedangkan menurut istilah,
mengalirkan darah (menyembelih ternak, berupa unta, kambing, domba, atau sapi). Namun,
untuk penyembelihan ternak berupa unta, cukup sulit pada musim haji 1435 H/2014
ini. Sebab Arab Saudi dilanda virus MERS yang jumlah manusia yang meninggal
dunia tidak sedikit, diduga disebarkan dari unta.
Belum lagi pemerintah Arab
Saudi yang menghentikan sementara impor unta dari daerah Tanduk Afrika,
negara-negara di semenanjung Afrika Timur yang menonjol ke Laut Arabia.
Terletak di sepanjang bagian selatan Teluk Aden, seperti Somalia, Djibouti,
Ethiopia, dan Eritrea.
Keputusan pemerintah Arab
Saudi itu, membuat stok unta lokal di Arab Saudi tak mencukupi permintaan untuk
dam dan kurban saat musim haji. “Sekarang sulit mencari unta, pemerintah Arab
Saudi melarang unta impor dari Afrika dan sebagainya. Takut virus MERS dan
Ebola,” kata Ketua KBIH Ar-Rahmah Palembang, H Ismail Umar, 23 September 2014
lalu di Mekah.
Hari itu, Selasa (23/9),
penulis yang masuk bimbingan manasik KBIH Ar-Rahmah dan tergabung Kloter 6
Palembang, sedang ikut ke mencari unta ke pasar hewan Kaqiya, Mekah. Tak satu
pun, terlihat unta di jejeran kandang pasar hewan. Hanya terlihat hewan berupa
kambing, dan domba.
Bau menyengat kuat langsung
masuk, begitu pintu mobil dibuka. Rombongan kami langsung menutup pintu mobil
lagi. Selain karena tidak tahan dengan baunya, juga mewanti-wanti terlihat oleh
polisi pamong praja Arab Saudi. Sebab, pemerintah Arab Saudi juga membatasi
jemaah haji bersentuhan dengan unta, meski belum dipastikan apakah unta sebagai
penyebar virus MERS.
Padahal untuk jemaah dari KBIH Ar-Rahmah,
membutuhkan 54 ekor unta untuk pembayaran dam. Dimana satu unta, untuk
pembayaran dam tujuh orang. Meski untanya tidak terlihat di pasar hewan, namun
makelar-makelar hewan ternyata masih mempunyai setok unta yang
disembunyikannya.
Harganyapun naik, mencapai
4.500 riyal (Rp15.750.000 jika asumsi 1 riyal = Rp3.500). Pedagang hewan
mengambil momen musim haji, ditambah kelangkaan unta akibat virus MERS. Padahal
biasanya, dari beberapa sumber menyebutkan seekor unta bisa didapat dengan
harga 3.000 riyal.
Permasalahan unta, ternyata
tak hanya soal harga dan setoknya yang terbatas. Tempat pemotongannya pun, harus sembunyi-sembunyi.
Padahal, di bagian depan samping kanan pasar hewan tersebut terdapat gedung
tempat penjagalan. Tapi lagi-lagi untuk sementara tidak boleh digunakan untuk
memotong unta, kebijakan dari pemerintah Arab Saudi.
Beruntung makelar hewan tadi, sudah
menyiapkan unta-untanya di tempat penjagalan yang dirahasiakannya. Mobil yang
kami tumpangi dari perwakilan rombongan Kloter 6 Palembang, hanya mengikuti
mobil pikap dari dua orang penjagal anak buah dari makelar hewan tersebut. Tak
jelas kami dibawa ke mana, sopir kami yang notabene warga asli Arab Saudi pun
hanya bisa menebak-nebak.
Kami melintasi jalan aspal,
masuk ke jalan berdebu daerah perbukitan. Di sisi kiri dan kanan, terlihat ada
tumpukan sampah seperti tempat pembuangan sementara. Terlihat pula di
bangkai-bangkai hewan, seperti kambing, anjing, dan kucing di pinggir jalan
yang kami lewati. Beberapa persimpangan jalan dan sedikit menaiki perbukitan,
baru sampai di sebuah tempat berdinding batako.
Begitu mobil kami tiba, pintu
gerbang langsung dibuka dan segera ditutup lagi. Barulah terlihat, belasan unta
di lapangan pasir tersebut “Hari ini kita sembelih 10 ekor dulu, lama kalau mau
sekaligus (54 ekor). Besok beberapa ekor lagi, sampai cukup 54 ekor,” jelasnya.
Tapi unta itu masuk ke gedung
penjagalan, tak semudah itu. Unta sepertinya enggan berjalan melangkahi parit,
namun lebih memilih memutar lewat pintu samping. Memotong unta, terlihat tak sesulit memotong
sapi. Hanya dua kali sayatan di bagian leher bawah, membuat darah segar
mengucur dan unta pun roboh.
Belakangan diketahui, penjagal
itu menggunakan pisau Herder buatan Jerman yang sudah terkenal ketajamannya.
Baru beberapa ekor menyembelih unta, terdengar suara mobil datang dan mengetuk
pintu gerbang. Suasana sempat diam sejenak, takut yang datang polisi pamong
praja Arab Saudi.
Namun ternyata yang datang,
rekan dari si penjagal. Membawakan tali dan air. “Jangan takut, Pol-PP Arab
Saudi pagi ini tidak keluar (menyisir di lapangan). Hari ini (23 September)
lagi upacara hari kemerdekan Arab Saudi,” ucap mukimin, yang ikut dalam
rombongan kami. Pemotongan unta pun dilanjutkan, sambil H Ismail Umar
membacakan nama-nama dari jemaah yang membayar dam.
Selesai menyembelih 10 ekor
unta, kami langsung pulang. Nyaris tersasar tidak bisa keluar dari areal
tersebut, karena memang datangnya melewati beberapa persimpangan dan jalan
berliku naik turun bukit. “Membayar dam, unta yang dipotong bisa betina. Tidak
harus jantan, seperti halnya berkurban. Soal pendistribusian dagingnya, kita
serahkan kepada pihak yang memotong. Yang penting kita telah mengalirkan darah
(saat penyembelihan) dari membayar dam,” jelas Ismail.
0 comments:
Post a Comment