![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEht3kqZqlqnY12BOALOMpL0E1rw5tts1GA5mlaYnMz1oBbphUkrRoUANwhsvyiefrnn7OOp-fbr1ZEJ9kBxgu9qC1BJTHeAegbv0Ss16F0j3NxXhTtvagpXIj5zJE2nFG10g66r_S8BYhg/s1600/timbun-jakabaring.jpg)
Ada tiga jenis rawa menurut
peraturan daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembinaan, Pengendalian,
dan Pemanfaatan Rawa. “Berdasarkan Perda yang ada, sudah jelas disebutkan bahwa
rawa memang boleh dimanfaatkan asal sesuai dengan fungsinya,” kata Kepala Dinas
PU Bina Marga dan PSDA Palembang, Darma Budhi, belum lama ini.
Ada rawa konservasi yang
merupakan lahan genangan air secara alamiah tergenang secara terus-menerus atau
musiman akibat drainase alamiah yang terhambat. Rawa ini punya ciri-ciri khusus
secara fisik, kimiawi, biologis, dan dataran yang tidak dapat dialihfungsikan.
Rawa konservasi untuk menjamin
dan memelihara kelestarian keberadaan rawa sebagai sumber air dan tampungan air
pengendali banjir. Yang kedua, rawa budidaya. Keberadaan rawa ini dipertahankan
fungsinya sebagai rawa berdasarkan pertimbangan teknis, sosial ekonomi, dan
lingkungan.
Tujuannya untuk menjamin dan
memelihara kelestarian keberadaan rawa sebagai sumber air serta dapat
dimanfaatkan untuk permukiman, lahan pertanian, atau perkebunan tanpa melakukan
penimbunan.
Terakhir, rawa reklamasi. Rawa
jenis ini dapat dimanfaatkan dengan cara mengeringkan, menimbun, dan
mengalihfungsikan peruntukkannya dengan tetap memperhatikan fungsi rawa sebagai
daerah tampungan air dan sistem pengendalian air.
“Dari ketiga jenis rawa itu,
hanya rawa reklamasi yang dapat dilakukan penimbunan. Itu pun jika dilakukan
untuk kepentingan masyarakat luas,” tuturnya. Budhi menambahkan, sebenarnya tidak
ada pengaruh langsung antara banjir dengan
penimbunan rawa yang terjadi selama ini.
“Banjir yang terjadi dominan
disebabkan air sungai yang pasang, bukan karena dampak penimbunan rawa. Tapi
harus diakui, saat ini semakin banyak rawa yang ditimbun dan dialihfungsikan
secara komersil,” imbuhnya.
Menurutnya, kalaupun ada yang
disalahkan karena tak sesuainya izin penimbunan rawa, adalah pemerintah
setempat (lurah dan camat, red) yang lalai dan tidak mengetahui persis izin
yang diajukan.
“Sebagai pemerintahan
setempat, mereka (lurah dan camat, red) seharusnya lebih mengetahui wilayahnya.
Jika lurah dan camat sudah memberikan izin, artinya sudah sesuai aturan. Kami
(Dinas PU Bina Marga dan PSDA) sifatnya hanya melanjutkan rekomendasi saja,”
cetus Budhi tanpa bermaksud menyalahkan.
Tapi, memang sudah seharusnya
camat dan lurah mengetahui berapa luas daerah rawa dan jenis rawa apa saja yang
ada di wilayah hukum masing-masing. Di dalam Perda No 11 Tahun 2012, hanya ada
data untuk rawa konservasi yang luasnya 2.106,13 hektare dan rawa budidaya
seluas 2.811,21 hektare.
Sedangkan rawa reklamasi,
tidak ada datanya. “Rawa reklamasi dapat dialihfungsikan setelah mendapatkan
izin dari wali kota,” cetusnya.
0 comments:
Post a Comment